Aksara Jawa Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka dan Carakan ,1 adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak2 Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali. Dalam sehari hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad ke 1. Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi Graphite SIL, seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Belajar Bahasa Korea Untuk Pemula Pdf Free' title='Belajar Bahasa Korea Untuk Pemula Pdf Free' />Jaminan Tambahan. Marine Cargo Clause A Jaminan Satu umumnya memberikan jamian tambahan untuk 1. Jaminan dari Gudang ke Gudang warehouse to warehouse. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis. Suku kata ka ditulis dengan satu aksara. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Aksara memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk. Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal a atau, yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi scriptio continua3, dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa juga kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, dan tanda hubung. Aksara Jawa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari 2. Jawa modern, sementara jenis lain meliputi aksara suara, tanda baca4, dan angka Jawa2. Setiap suku kata dalam aksara Jawa memiliki dua bentuk, yang disebut nglegena aksara telanjang, dan pasangan ini adalah bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis gugus konsonan. Kebanyakan aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retrofleks yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena dipengaruhi bahasa Sanskerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi. Sejumlah tanda diakritik yang disebut sandhangan berfungsi untuk mengubah vokal layaknya harakat pada abjad Arab, menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing3. Beberapa tanda diakritik dapat digunakan bersama sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan. Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial. Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. You have not yet voted on this site If you have already visited the site, please help us classify the good from the bad by voting on this site. Pada masa periode Hindu Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sanskerta yang biasa ditulis dalam naskah daun lontar. Selama periode Hindu Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad ke 1. 7, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan5 atau hanacaraka berdasarkan lima aksara pertamanya. Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, di antaranya cerita cerita serat, catatan sejarah babad, tembang kuno kakawin, atau ramalan primbon. Subjek yang populer akan berkali kali ditulis ulang. Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih lebihkan atau pigura halaman disebut wadana yang rumit dan kaya warna. Pada tahun 1. 92. Sriwedari, Surakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari Ketetapan Sriwedari, yang merupakan landasan awal standardisasi ortografi aksara Jawa. Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, di antaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1. Kongres Bahasa Jawa KBJ antara 1. KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di Unicode. Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1. Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa. Sebuah aksara, adalah satuan terkecil yang merepresentasikan suku kata terbuka Konsonan Vokal dengan vokal a atau tergantung dari posisinya. Namun vokal juga tergantung dari dialek pembicara dialek Jawa Barat cenderung menggunakan a sementara dialek Jawa Timur lebih cenderung menggunakan. Aturan baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam Wewaton Sriwedari sebagai berikut Sebuah aksara dibaca dengan vokal apabila aksara sebelumnya mengandung sandhangan swara. Sebuah aksara dibaca dengan vokal a apabila aksara setelahnya mengandung sandhangan swara. Aksara pertama sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal, kecuali dua aksara setelahnya merupakan aksara dasar. Jika begitu, aksara tersebut dibaca dengan vokal a. Ketika ditransliterasikan ke dalam alfabet Latin, sebuah aksara ditransliterasikan menjadi suku kata, bukan huruf. Terdapat 3. 4 aksara konsonan dan 1. Jawa di luar aksara tambahan, namun tidak semuanya digunakan dalam penulisan modern. Tabel berikut menunjukkan aksara Jawa dengan bunyi aslinya yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta 1 Hanya ditemukan dalam bentuk pasangan lihat di bawah. Bentuk aslinya sudah tidak diketahui lagi22 a dan a lebih umum ditulis dha dan tha. Penulisan ini digunakan untuk membedakan dha a dan tha a retroflex dalam bahasa Jawa modern dengan dha dha dan tha tha teraspirasi dalam bahasa Jawa kuno. Sebenarnya konsonan alveolar, namun diklasifikasikan sebagai dental gigi. Dapat dibaca tanpa bunyi h, misalnya n, transliterasi ana, arti adaOrtografi Jawa modern mengabaikan pelafalan asli sejumlah aksara konsonan yang kemudian dialihfungsikan. Dari 3. 4 bunyi di atas, 2. Beberapa istilah dalam aksara Jawa menurut aturan bahasa Jawa modern Aksara nglegna adalah aksara dasar untuk menulis bahasa Jawa modern. Aksara murda atau aksara ged digunakan pada penulisan suatu nama, umumnya nama tempat atau orang yang dihormati. Seperti terlihat dalam tabel di atas, tidak semua aksara mempunyai bentuk murda, karena itu apabila suku kata pertama suatu nama tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata kedua yang menggunakan murda. Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata ketiga yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan. Misal, Pakubuwana ditulis dengan pa, ka, ba, dan na murda. Aksara murda tidak boleh diberi pangkon dan tidak perlu digunakan pada awal kalimat. Aksara mahaprana adalah aksara yang secara harfiah berarti dibaca dengan nafas berat. Mahaprana jarang muncul dalam penulisan aksara Jawa modern, oleh karena itu seringkali tidak dibahas dalam buku mengenai aksara Jawa. Awalnya jnya,2 namun pada perkembangannya menjadi huruf mandiri. Terdapat beberapa aksara yang dalam perkembangannya dianggap sebagai konsonan. Pa cerek, nga lelet, dan nga lelet raswadi awalnya adalah konsonan vokalik r, l, dan l yang muncul pada perkembangan awal aksara Jawa karena pengaruh bahasa Sanskerta. Ortografi kontemporer mengelompokkan ketiganya sebagai aksara konsonan2 yang bernama ganten atau pengganti, dengan bunyi masing masing, dan. Aksara ini didefinisikan sebagai aksara dengan vokal tetap yang menggantikan setiap kombinasi rapepet menjadi, lapepet menjadi, dan lapepettarung menjadi.